“Uhang Pandak” : Legenda orang Kerdil dari gunung kerinci

Orang Pendek adalah misteri sejarah alam terbesar di Asia; ahli binatang telah mendaftarkan laporan kera misterius di wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat, Propinsi Jambi, lebih dari 150 tahun. Sampai hari ini, binatang yang di Kerinci dikenal sebagai “uhang pandak”, tetapi juga karena variasi yang membingungkan dari nama dialek setempat, sampai sekarang masih belum teridentifikasi oleh ilmuwan.

Orang pendek ialah nama yang diberikan kepada seekor binatang (manusia?) yang sudah dilihat banyak orang selama ratusan tahun yang kerap muncul di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. Walaupun tak sedikit orang yang pernah melihatnya, keberadaan orang pendek hingga sekarang masih merupakan teka-teki. Tidak ada seorangpun yang tahu, sebenarnya makhluk jenis apakah yang sering disebut sebagai orang pendek itu. Tidak pernah ada laporan yang mengabarkan bahwa seseorang pernah menangkap atau bahkan menemukan jasad makhluk ini, namun hal itu berbanding terbalik dengan banyaknya laporan dari beberapa orang yang mengatakan pernah melihat makhluk tersebut. Sekedar informasi, Orang pendek ini masuk kedalam salah satu studi Cryptozoology. Ekspediasi pencarian Orang Pendek sudah beberapa kali di lakukan di Kawasan Kerinci, Salah satunya adalah ekspedisi yang didanai oleh National Geographic Society. National Geographic sangat tertarik mengenai legenda Orang Pendek di Kerinci, Jambi, beberapa peneliti telah mereka kirimkan kesana untuk melakukan penelitian mengenai makhluk tersebut.

Adapun cerita mengenai orang pendek pertama kali ditemukan dalam catatan penjelajah Marco Polo tahun 1292, saat ia bertualang ke Asia. Walau diyakini keberadaannya oleh penduduk setempat, makhluk ini dipandang hanya sebagai mitos oleh para ilmuwan, seperti halnya yeti di Himalaya dan monster Loch Ness Inggris Raya.

Sejauh ini, para saksi yang mengaku pernah melihat Orang Pendek menggambarkan tubuh fisiknya sebagai makhluk yang berjalan tegap (berjalan dengan dua kaki) tinggi sekitar satu meter (diantara 85 cm hingga 130 cm) dan memiliki banyak bulu diseluruh badan. Bahkan tak sedikit pula yang menggambarkannya dengan membawa berbagai macam peralatan berburu, seperti semacam tombak.

Legenda Mengenai Orang Pendek sudah secara turun temurun dikisahkan di dalam kebudayaan masyarakat Suku anak dalam. Mungkin bisa dibilang, Suku Anak Dalam sudah terlalu lama berbagi tempat dengan para Orang Pendek di kawasan tersebut. Walaupun demikian, jalinan sosial diantara mereka tidak pernah ada. Sejak dahulu Suku Anak Dalam bahkan tidak pernah menjalin kontak langsung dengan makhluk-makhluk ini, mereka memang sering terlihat, namun tak pernah sekalipun warga dari suku anak dalam dapat mendekatinya. Ada suatu kisah mengenai keputusasaan para Suku Anak Dalam yang mencoba mencari tahu identitas dari makhluk-makhluk ini, mereka hendak menangkapnya namun selalu gagal. Pencarian lokasi dimana mereka membangun komunitas mereka di kawasan Taman Nasional juga pernah dilakukan, namun juga tidak pernah ditemukan.

Awal tahun 1900-an, dimana saat itu Indonesia masih merupakan jajahan Belanda, tak sedikit pula laporan datang dari para WNA. Namun yang paling terkenal adalah Kesaksian Mr. Van Heerwarden di tahun 1923. Mr. Van Heerwarden adalah seorang zoologiest, dan disekitar tahun itu ia sedang melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.

Pada suatu catatan kisahnya, ia menuliskan mengenai pertemuannya dengan beberapa makhluk gelap dengan banyak bulu di badan. Tinggi tubuh mereka ia gambarkan setinggi anak kecil berusia 3-4 tahun, namun dengan bentuk wajah yang lebih tua dan dengan rambut hitam sebahu. Mr. Heerwarden sadar mereka bukan sejenis siamang maupun perimata lainnya. Ia tahu makhluk-makhluk itu menyadari keberadaan dirinya saat itu, sehingga mereka berlari menghindar. Satu hal yang membuat Mr. Heerwarden tak habis pikir, semua makhluk itu memiliki persenjataan berbentuk tombak dan mereka berjalan tegak. Semenjak itu, Mr. Heerwarden terus berusaha mencari tahu makhluk tersebut, namun usahanya selalu tidak berbuah hasil.

Sumber-sumber dari para saksi memang sangat dibutuhkan bagi para peneliti yang didanai oleh National Gographic Society untuk mencari tahu keberadaan Orang Pendek. Dua orang peneliti dari Inggris, Debbie Martyr dan Jeremy Holden sudah lama mengabadikan dirinya untuk terus menerus melakukan ekspedisi terhadap eksistensi Orang Pendek. Namun, sejak pertama kali mereka datang ke Taman Nasional Kerinci di tahun 1990, sejauh ini hasil yang didapat masih jauh dari kata memuaskan. Lain dengan peneliti lainnya, Debbie dan Jeremy datang ke Indonesia dengan dibiayai oleh Organisasi Flora dan Fauna Internasional (http://fauna-flora.org). Dalam ekspedisi yang dinamakan “Project Orang Pendek” ini, mereka terlibat penelitian panjang disana. Secara sistematik, usaha-usaha yang mereka lakukan dalam ekspedisi ini antara lain adalah pengumpulan informasi dari beberapa saksi mata untuk mengetahui lokasi-lokasi di mana mereka sering dikabarkan muncul. Kemudian ada metode menjebak pada suatu tempat dimana disana terdapat beberapa kamera yang selalu siap untuk menangkap aktivitas mereka. Rasa putus asa dan frustasi selalu menghinggap di diri mereka ketika hasil ekspedisi selama ini belum mendapat hasil yang memuaskan.
Hubungan Kekerabatan Yang Hilang

Beberapa pakar Cryptozoology mengatakan bahwa Orang Pendek mungkin memiliki hubungan yang hilang dengan manusia. Apakah mereka merupakan sisa-sisa dari genus Australopithecus?
Banyak Paleontologiest mengatakan bahwa jika anggota Australopithecus masih ada yang bertahan hidup hingga hari ini, maka mereka lebih suka digambarkan sebagai seekor siamang. Pertanyaan mengenai identitas Orang Pendek yang banyak dikaitkan dengan genus Australopitechus ini sedikit pudar dengan ditemukannya fosil dari beberapa spesies manusia kerdil di Flores beberapa waktu yang lalu. Fosil manusia-manusia kerdil “Hobbit” berjalan tegak inilah yang kemudian disebut sebagai Homo Floresiensis. Ciri-ciri fisik spesies ini sangat mirip dengan penggambaran mengenai Orang Pendek, dimana mereka memiliki tinggi badan tidak lebih dari satu seperempat meter, berjalan tegak dengan dua kaki dan telah dapat mengembangkan perkakas/alat berburu sederhana serta telah mampu menciptakan api. Homo Floresiensis diperkirakan hidup diantara 35000 – 18000 tahun yang lalu.

Apakah Orang Pendek benar-benar merupakan sisa-sisa dari Homo Floresiensis yang masih dapat bertahan hidup? Secara jujur, para peneliti belum dapat menjawabnya. Peneliti mengetahui bahwa setiap saksi mata yang berhasil mereka temui mengatakan lebih mempercayai Orang Pendek sebagai seekor binatang. Debbie Martyr dan Jeremy Holden, juga mempertahankan pendapat mereka bahwa Orang Pendek adalah seekor siamang luar biasa dan bukan hominid.

Source

Tambahan :

Ciri lain yang ane ketahui berdasarkan informasi dari teman2 yang berasal dari kerinci,selain bertubuh kerdil orang tersebut juga tidak memiliki belahan di bagian atas bibir,n bentuk telapak kaki ny nya juga terbalik,jarinya di bagian belakang dan tumit di bagian depan..

15 pemikiran pada ““Uhang Pandak” : Legenda orang Kerdil dari gunung kerinci

  1. dari yang saya lihat, mereka memakai semacam cawat dari kain seperti celana jaman kerajaan kuno, dan rata-rata berambut se bahu tapi karena bergerak sangat cepat ciri-ciri fisiknya tidak begitu tertangkap dan sepertinya tidak hanya di sekitar gunung kerinci saja

  2. uhang pandak ini kemungkinan sejenis tirau atau makhluk gaib sabab menurut cerita orang tua2 dulu, tirau ini apa bila berjumpa dengan manusia ia lari sambil ngomel cepat menceritakan nenek moyang kita dan tirau itu mirip dengan uhang pandak dan bermukim di sepanjang bukit barisan mulai dari hutan serampas, gunung raya dan gunung kerinci…

    • sepertinya memang mahluk gaib setidaknya memiliki kemampuan gaib, komunitas kami melakukan penelitian di lokasi sekitar tahun desember 2010 yg lalu…kami menjumpai beberapa situs mereka berupa sisa periuk untuk memasak dan beberapa peralatan mereka ( kami yakin itu milik mereka karena banyak ditemukan jejak kaki mereka dan bekas sisa makanan mereka masih bagus berarti belum lama mereka di situ) dan kami ambil sampel material periuk tanah, tungku & peralatan semacam alat pancing, alat semacam cangkul, tabung bambu berisi benih semacam padi tapi lebih besar dan panjang yg satunya berisi biji Jali biasa untuk campuran nasi pada jaman penjajahan jepang, jebakan ikan, tombak kecil (logam), untuk kami uji karbon dgn peralatan kami, ternyata umur alat-alat tersebut sudah 2600 th (kami masih menunggu uji sampel kami yang kami kirim ke komunitas evangelis di eropa peralatan mereka lebih canggih dari kami dan hasilnya akan kami komparasikan dengan hasi uji kami), jadi kesimpulan mereka SAMA SEKALI BUKAN HEWAN atau manusia purba mereka punya peradaban yang lebih baik…wallahualam…..sungguh misteri Tuhan,….salam Alam Semesta …

  3. Saya waktu kecil di Pagaruyung, Sumatera Barat (dekat Istano Basa Kerajaan Pagaruyung) juga sering mendengar cerita mengenai uhang pandak dari orang tua-tua. Tapi di Pagaruyung lebih dikenal dengan “Cindaku”. Saya kira ini hanya cerita yang berkembang di Pagaruyung, ternyata seluruh Sumatra tau akan cerita ini.

  4. Konon cerita nya Ditempat kami juga sering ditemukan orang pandak, bukan dikerinci saja. Dalam tahun ini 2013 atau 2 bulan yg lalu prnah ditemukan oleh salah seorang masy. Masuk hutan. Masyarakat kami sangat percaya klu orang pandak itu memang ada dihutan kami. Jika ada peneliti yg pasti ingin melakukan penyelidikan,salah satu dari masy. Kami sanggup menunjuk kan tempat dan lokasi biasa nya orang pandak lewat atau sering ditemukan.

  5. Masih ada yang diskusi soal orang pendek ini? Kami menyebutnya “tikhau” (kawasan Muara Madras) kabupaten merangin Bangko – Jambi.

    Mereka berdiam di lubang. Lubang mereka dari tebing pinggir sawah konon tembus ke bukit atau gunung. Mereka sering mencuri ikan (cerita orang tua yang lahir tahun 1920-an) pernah tertangkap dan benar… dia mencaci maki yang menangkap dan menyebut nama2 kakek nenek yang menangkapnya.

    Cerita selanjutnya tidak jelas, apa dilepas lagi atau tidak.

Tinggalkan komentar